OGAH NAIK PESAWAT, BULE NAIK SEPATU RODA KE BALI!
Sacha Stevenson rollerblade dari Merak ke Kuta demi lingkungan sehat
Siapa belum pernah mengeluh soal kemacetan di kota besar Indonesia? Tentu semua orang di Jakarta sudah ngerasain soal tersebut, tapi apa yang dilakukan? Makin hari, makin banyak motor dan mobil yang menongol di Jalan raya Jakarta, tapi mulai tanggal 3 Mei, 2011, Sacha Stevenson bakal duduk di pinggir jalan pelabuhan Merak, memasang sepatu roda atau inline skate di dua kaki kecilnya yang ukuran 37, dan istirahat dari kendaran bermotor selama satu bulan. Dia mau rollerblade 1451km dari Merak ke Kuta Bali untuk membuktikan ke masyarakat bahwa badan manusia adalah mesin. "Kendaraan bermotor kadang perlu, saya bukan extreme banget" ujarnya. "Tapi ada masalah besar dengan budaya kita. Kita ga mau naik tangga, kita mau naik lift! Kita ga mau jalan, kita mau naik bus atau mobil!/motor! Tapi giliran kita mau badan bagus kita bayar mahal untuk membership tahunan di gym, pake bensin ke situ, lari satu jam ditempat kayak marmut, lalu pake bensin pulang!" kata Sacha Stevenson di websitenya "Bule on Blades". Menurut dia naik sepeda, jalan kaki, dan bersepatu roda lebih sehat untuk badan dan juga lingkungan karena mengurangi emisi karbon.
Selain itu, Sacha juga akan berhenti untuk menanam pohon di Merak, Jakarta, Bandung, Ciamis, Purwokerto, Jogja, Solo, Mojokerto, Madiun, Probolinggo, Jember, Banyuwangi, dan Kuta. Dia berharap pribumi juga ikut perduli lingkungan dengan ikut menanam pohon atau mulai bike to work sebagai tanda mendukung gerakan Go Green ini.
"Sudah ada beberapa perusahaan dan komunitas yang membantu gerakan ini dengan menyumbangkan bibit pohon, baju, asuransi kesehatan, alat, dll, tapi ini bukan kegiatan komersial. Saya tetap mengeluarkan lebih dari 20jt dari uang pribadi saya demi gerakan ini supaya orang di Indonesia berubah gaya hidup mereka menjadi lebih hijau dan sehat," kata si cewek kecil dari Kanada. "Tidak ada orang yang terlibat dalam proyek bule on blades yang ambil untung, tapi kalau bagian masyarakat Indonesia bisa berubah menjadi lebih perduli lingkungan, usaha saya baru menguntungkan kita semua.
Selama perjalanan dia, Sacha bakal update blog setiap hari mengenai rutenya dan pengalamannya di jalan. "Rute dan jadwal saya update terus di blog agar orang semua bisa tahu saya sudah sampai mana dan kalau saya lewat kotanya, semua orang welcome untuk menyaksikan kegiatan ini", katanya.
Jadi? Apa respon masyarakat Indonesia terhadap tantangan bule ini? Apakah gerakan ini akan berhasil menyadarkan pihak pemerintahan dan masyarakat di Indonesia, atau apakah awan polusi di kota besar Indonesia semakin bertambah? Jawabannya adalah didalam diri Anda.
In the News / Di Berita:
Canadian Press
Times & Transcript : "Woman plans long journey"
Indonesian Press:
Tempo Magazine : "Sepatu Roda untuk Lingkungan"
Koran Tempo: (17/04/11) "Sacha Stevenson Bersepatu Roda ke Bali"
Green Radio 89.2fm : (18/04/11 3-pm) "Bule on Blades"
Kompas.com dan Antara news.com : "Rollerskating from Merak to Kuta"
Times & Transcript : "Woman plans long journey"
Indonesian Press:
Tempo Magazine : "Sepatu Roda untuk Lingkungan"
Sacha Stevenson, Bule Kecil Pelindung Lingkungan
TUESDAY, 19 APRIL 2011 17:19 IGNATIUS INDRO, REPORTER GREEN RADIO
Sacha Stevenson, Tubuhnya kecil untuk ukuran orang ‘Bule’, tidak suka ber ‘make up’ ria, terkesan cuek saat datang ke Kedai Tempo dikawasan Utan Kayu. Waktu itu dia datang lebih dahulu ke Kedai, saya lagi mengambil ATM. Saat saya melintas di pos satpam saja, saya melihat para penjaga masih melihat-lihat kartu identitas si bule kecil tadi.
Ketika bertemu di Kedai, Dia sudah ngobrol-ngobrol bersama teman-teman saya. Dan saya lantas bergabung bersantai bersama sebelum memulai wawancara. Tak lama kita bersama sudah sangat akrab, seperti teman yang sudah sangat lama bertemu. Sungguh supel orang itu.
Saya memulai wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti sudah berapa lama di Indonesia, apa alasan ke Indonesia, mengapa betah di Indonesia. Ternyata Perempuan kelahiran Kanada ini 29 tahun yang lalu emang telah jatuh cinta dengan negeri ini.
“Saya datang sekitar tahun 2001, awalnya cukup shock dengan polusi dan kemacetan, namun dil uar itu Indonesia ternyata adalah negeri yang indah, I love it” ujarnya sambil tertawa.
Mulailah saya bertanya seputar hobinya bersepatu roda, terutama dij alan-jalan ibukota. Apa yang membuatnya tertarik?
“Saya melihat kemacetan, dari kecil saya memang suka sepatu roda, saya coba naik dari rumah kekantor, ternyata lebih cepat dari mobil. Karena saya bisa nyempil-nyempil diantaranya” lanjutnya.
Ternyata dari sanalah dia memiliki ide yang luar biasa untuk melakukan perjalanan dengan sepatu roda dari Merak, Banten Menuju ke Pantai Kuta, Bali sambil berkampanye untuk kelestarian lingkungan. Yang menurut rencana akan dimulai pada tanggal 3 Mei mendatang dengan nama "Bule On Blade.
“Saya ingin mengajak orang-orang untuk berhenti mengeluh dengan kemacetan, ubah gaya hidup dengn memakai transportasi non motor. Makanya Saya melakukan perjalanan ini. Dan ditiap-tiap kota pemberhentian saya akan menanam satu pohon” tegasnya.
Woow, luar biasa.
Dia mengaku tidak melakukan persiapan khusus, bahkan hingga saat ini belum ada pihak-pihak yang mensponsori perjalanan itu. Namun hal tersebut bukanlah menjadi halangan, karena dia telah menyiapkan kocek pribadinya untuk hal ini.
“Meski pas-pasan, namun perjalanan ini harus saya lakukan, karena saya telah bertekad. Ada atau tidak ada sponsor., saya jalan terus”.
Obrolan saya semakin seru bersama Sacha, makin heboh diselingi dengan canda tawa tentunya.
“Saya hanya memperkirakan perjalanan ini memakan waktu 30 sampai 40 hari, namun tidak ada target. Kalau ada kejadian saya sakit dalam perjalanan, Saya akan berobat didokter setempat, setelah sembuh saya akan lanjut lagi. Tidak ada istilah pulang sebelum sampai Kuta” ujarnya sambil tertawa lepas.
Tampaknya tekad Sacha memang sudah bulat melakukan perjalanan ini. Namun sayang ini tidak didukung oleh aparat Kepolisian yang hingga saat ini belum mengeluarkan ijin baginya untuk melakukan hal tersebut, termasuk masalah penggunaan tol antar kota meskipun surat ijin sudah disampaikan lebih dari 1 bulan sebelum perjalanan langsung ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Masuk ke sejumlah pertanyaan terakhir, seputar apa yang diharapkan dari perjalanan yang akan dilakukannya.
“Saya hanya seorang Bule kecil dan bukan siapa-siapa, tapi saya berharap dengan perjalanan ini, orang lain bisa melihat kampanye yang saya lakukan, dan bisa mengubah gaya hidup menjadi lebih peduli terhadap lingkungan” tutupnya.
BIODATA
Nama: Sacha Stevenson Nama panggilan: Sacha
Program Televisi: Belajar Indonesia, Trans TV (2010) Happynya Bulan Madu, Global TV (2009 2010) Wara Wiri, Trans7 (2008-2009) Sahabat Saya, Trans7 (2008) Teenage World, host, TVe (2008) Fun with Idioms, host, TVe (2008) Fun with Terms, host, TVe (2008) English Drama, TVe (2008) Nuansa 1000 Pulau, TVOne (2008) FTV/Sinetron: Sim Sala Boom, Indosiar (2010) Baghdad, Indosiar (2010) Sepatu Kaca Berdarah, Trans TV (2009) Kawin Gantung, Multivision (2008) Pacar Tongpes, Studio X (2008) Cinta SMU, Rapi Film (2008) Assalamualaikum Cinta, Sinemart (2008)
sacha dan Ignatius Indro, Reporter Green Radio:
Sacha Stevenson, Tubuhnya kecil untuk ukuran orang ‘Bule’, tidak suka ber ‘make up’ ria, terkesan cuek saat datang ke Kedai Tempo dikawasan Utan Kayu. Waktu itu dia datang lebih dahulu ke Kedai, saya lagi mengambil ATM. Saat saya melintas di pos satpam saja, saya melihat para penjaga masih melihat-lihat kartu identitas si bule kecil tadi.
Ketika bertemu di Kedai, Dia sudah ngobrol-ngobrol bersama teman-teman saya. Dan saya lantas bergabung bersantai bersama sebelum memulai wawancara. Tak lama kita bersama sudah sangat akrab, seperti teman yang sudah sangat lama bertemu. Sungguh supel orang itu.
Saya memulai wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan sederhana seperti sudah berapa lama di Indonesia, apa alasan ke Indonesia, mengapa betah di Indonesia. Ternyata Perempuan kelahiran Kanada ini 29 tahun yang lalu emang telah jatuh cinta dengan negeri ini.
“Saya datang sekitar tahun 2001, awalnya cukup shock dengan polusi dan kemacetan, namun dil uar itu Indonesia ternyata adalah negeri yang indah, I love it” ujarnya sambil tertawa.
Mulailah saya bertanya seputar hobinya bersepatu roda, terutama dij alan-jalan ibukota. Apa yang membuatnya tertarik?
“Saya melihat kemacetan, dari kecil saya memang suka sepatu roda, saya coba naik dari rumah kekantor, ternyata lebih cepat dari mobil. Karena saya bisa nyempil-nyempil diantaranya” lanjutnya.
Ternyata dari sanalah dia memiliki ide yang luar biasa untuk melakukan perjalanan dengan sepatu roda dari Merak, Banten Menuju ke Pantai Kuta, Bali sambil berkampanye untuk kelestarian lingkungan. Yang menurut rencana akan dimulai pada tanggal 3 Mei mendatang dengan nama "Bule On Blade.
“Saya ingin mengajak orang-orang untuk berhenti mengeluh dengan kemacetan, ubah gaya hidup dengn memakai transportasi non motor. Makanya Saya melakukan perjalanan ini. Dan ditiap-tiap kota pemberhentian saya akan menanam satu pohon” tegasnya.
Woow, luar biasa.
Dia mengaku tidak melakukan persiapan khusus, bahkan hingga saat ini belum ada pihak-pihak yang mensponsori perjalanan itu. Namun hal tersebut bukanlah menjadi halangan, karena dia telah menyiapkan kocek pribadinya untuk hal ini.
“Meski pas-pasan, namun perjalanan ini harus saya lakukan, karena saya telah bertekad. Ada atau tidak ada sponsor., saya jalan terus”.
Obrolan saya semakin seru bersama Sacha, makin heboh diselingi dengan canda tawa tentunya.
“Saya hanya memperkirakan perjalanan ini memakan waktu 30 sampai 40 hari, namun tidak ada target. Kalau ada kejadian saya sakit dalam perjalanan, Saya akan berobat didokter setempat, setelah sembuh saya akan lanjut lagi. Tidak ada istilah pulang sebelum sampai Kuta” ujarnya sambil tertawa lepas.
Tampaknya tekad Sacha memang sudah bulat melakukan perjalanan ini. Namun sayang ini tidak didukung oleh aparat Kepolisian yang hingga saat ini belum mengeluarkan ijin baginya untuk melakukan hal tersebut, termasuk masalah penggunaan tol antar kota meskipun surat ijin sudah disampaikan lebih dari 1 bulan sebelum perjalanan langsung ke Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia.
Masuk ke sejumlah pertanyaan terakhir, seputar apa yang diharapkan dari perjalanan yang akan dilakukannya.
“Saya hanya seorang Bule kecil dan bukan siapa-siapa, tapi saya berharap dengan perjalanan ini, orang lain bisa melihat kampanye yang saya lakukan, dan bisa mengubah gaya hidup menjadi lebih peduli terhadap lingkungan” tutupnya.
BIODATA
Nama: Sacha Stevenson Nama panggilan: Sacha
Program Televisi: Belajar Indonesia, Trans TV (2010) Happynya Bulan Madu, Global TV (2009 2010) Wara Wiri, Trans7 (2008-2009) Sahabat Saya, Trans7 (2008) Teenage World, host, TVe (2008) Fun with Idioms, host, TVe (2008) Fun with Terms, host, TVe (2008) English Drama, TVe (2008) Nuansa 1000 Pulau, TVOne (2008) FTV/Sinetron: Sim Sala Boom, Indosiar (2010) Baghdad, Indosiar (2010) Sepatu Kaca Berdarah, Trans TV (2009) Kawin Gantung, Multivision (2008) Pacar Tongpes, Studio X (2008) Cinta SMU, Rapi Film (2008) Assalamualaikum Cinta, Sinemart (2008)
sacha dan Ignatius Indro, Reporter Green Radio:
Roller Skating from Merak to Kuta
Jimmy Hitipeuw | Selasa, 19 April 2011 | 10:02 WIBDibaca: 514Komentar: 1|Share:JAKARTA, KOMPAS.com - Many efforts can be made to save the earth from global warming by doing a certain activity as a Canadian woman making a tour by roller skating from Merak, Banten,to Kuta, Bali.
Sacha Stevenson, was born in Canada 29 years ago, said she wanted to do the action to inspire people to reduce carbon emissions from motor vehicles from the atmosphere.
"I do this because I care for the earth, your earth, our earth. I am not rich and have no money for creating such program. I only have my body to care and preserve planet," Sacha said firmly and clearly.
Judging from her way of speaking, she looked very optimistic with the action that she was called Bule on Blades. Bule was an informal call for white people, foreigners in general, staying in Indonesia. And since she had been living in Jakarta for the last ten years, she felt as part of this country.
"I do love this country and this is my way to fight for a greener Indonesia. Moreover I hope other Indonesians would be inspired by me and follow my action in their own way," she said.
She would be roller skating along 1.420 kilometers in Java Island with a challenging road condition on May 3, 20110 . She realized that she would face bumpy streets and rocky hills.
"I’m going to skate every 50 kilometers and then take a rest to regain my strength to continue my journey. Furthermore, I know that I will not find smooth roads like toll roads. Therefore if my roller-blades can’t pas trough such smooth roads, I walk," she added.
Planting seedlings at halts
To support her action in making Indonesia greener, she would plant seedlings in every stop for taking a rest. It was aimed to symbolize her effort in going through the cities with her roller-blades. For that reason, she really appreciated people who wanted to donate seedlings to be planted.
"The seedlings that I plant will be the witnesses of my history. Therefore, I will be very grateful that there are people who want to make a contribution by providing the seeds, because the seedlings would die if I carry them from my starting place," she said.
She again firmed that her concern was not in creating new land as for planting trees, she just wanted to make a healthy lifestyle by inspiring people to follow her ways in reducing carbon emissions.
"I just want people to make the earth greener in life. It’s not only skating, but they can have biking on walking rather than using motor vehicles. I want to inspire those in positions of power to do something good with the power you have," she explained.
Sacha was not doing the project for takings. She now was looking for a sponsor to unleash the journey until she got around in Kuta, Bali, as the last destination. Nevertheless, if she would not have a until her departure on May 3, she would make use of her savings of about 1.732 US dollars.
"I’m not begging for money. I wish there are people who support my action such as giving me to a place to stay overnight or the seedlings. Otherwise I will use my savings to make my journey which may take 30 to 40 days," she said.
Sacha Stevenson, was born in Canada 29 years ago, said she wanted to do the action to inspire people to reduce carbon emissions from motor vehicles from the atmosphere.
"I do this because I care for the earth, your earth, our earth. I am not rich and have no money for creating such program. I only have my body to care and preserve planet," Sacha said firmly and clearly.
Judging from her way of speaking, she looked very optimistic with the action that she was called Bule on Blades. Bule was an informal call for white people, foreigners in general, staying in Indonesia. And since she had been living in Jakarta for the last ten years, she felt as part of this country.
"I do love this country and this is my way to fight for a greener Indonesia. Moreover I hope other Indonesians would be inspired by me and follow my action in their own way," she said.
She would be roller skating along 1.420 kilometers in Java Island with a challenging road condition on May 3, 20110 . She realized that she would face bumpy streets and rocky hills.
"I’m going to skate every 50 kilometers and then take a rest to regain my strength to continue my journey. Furthermore, I know that I will not find smooth roads like toll roads. Therefore if my roller-blades can’t pas trough such smooth roads, I walk," she added.
Planting seedlings at halts
To support her action in making Indonesia greener, she would plant seedlings in every stop for taking a rest. It was aimed to symbolize her effort in going through the cities with her roller-blades. For that reason, she really appreciated people who wanted to donate seedlings to be planted.
"The seedlings that I plant will be the witnesses of my history. Therefore, I will be very grateful that there are people who want to make a contribution by providing the seeds, because the seedlings would die if I carry them from my starting place," she said.
She again firmed that her concern was not in creating new land as for planting trees, she just wanted to make a healthy lifestyle by inspiring people to follow her ways in reducing carbon emissions.
"I just want people to make the earth greener in life. It’s not only skating, but they can have biking on walking rather than using motor vehicles. I want to inspire those in positions of power to do something good with the power you have," she explained.
Sacha was not doing the project for takings. She now was looking for a sponsor to unleash the journey until she got around in Kuta, Bali, as the last destination. Nevertheless, if she would not have a until her departure on May 3, she would make use of her savings of about 1.732 US dollars.
"I’m not begging for money. I wish there are people who support my action such as giving me to a place to stay overnight or the seedlings. Otherwise I will use my savings to make my journey which may take 30 to 40 days," she said.
SACHA STEVENSON
BERSEPATU RODA KE BALI
Ia siap mengeluarkan koceknya jika tak ada sponsor. Gaya bicaranya tegas, lugas, dan blakblakan. "Saya berjuang dengan cara saya supaya mereka malu dan mau berbuat sesuatu," kata Sacha Stevenson saat ditemui Selasa lalu, di sebuah kedai di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat. Warga negara Kanada ini ingin menyindir masyarakat dan pemerintah Indonesia, yang dinilai abai dan masa bodoh menjaga lingkungan.
Bukan dengan kata dan suara lagi. Sindiran dilakukan perempuan 29 tahun ini dengan bersepatu roda melintasi ujung barat Pulau Jawa di Merak hingga Kuta, Bali, mulai 3 Mei mendatang. Di setiap kota besar yang dilintasi, dia akan menanam pohon sebagai simbol pelestarian lingkungan. Proyek itu disebutnya Bule on Blades atawa "Bule Bersepatu Roda".
Sacha, yang sudah sepuluh tahun tinggal di Indonesia, amat mencintai negeri permai ini. Anugerah Tuhan berupa kekayaan alam, adat, suku bangsa, dan budaya negeri ini menjadi alasannya mencintai Indonesia. Tapi dia prihatin akan kemacetan, polusi, dan kerusakan lingkungan yang telah menyebar. Sikap masa bodoh pun ditunjukkan oleh pemerintah dan masyarakat.
"Saya ingin memberi sesuatu kepada negeri favorit saya, Indonesia," kata perempuan yang pernah jadi presenter acara Wara Wiri di salah satu TV swasta ini. Penyuka durian, petai, dan jengkol ini berharap proyek Bule on Blades akan menjadi kampanye gerakan cinta lingkungan.
Dalam bersepatu roda sejauh 1.420 kilometer, Sacha akan melakukannya sendirian. Ia akan melalui Merak-Jakarta-Bandung-Tasikmalaya-Purwokerto-Yogyakarta-Solo-Madiun-Probolinggo-Banyuwangi-menyeberang ke Bali dan berakhir di Kuta. Dia hanya akan dibantu 3-4 orang kru.
Hingga kini belum ada sponsor yang mau membiayai proyek ini. Tapi belakangan ada sejumlah mahasiswa pencinta alam di beberapa universitas yang tergerak oleh tekad bintang klip video grupband Radja ini. Mereka siap membantu menyediakan pohon yang akan ditanam mahasiswi American Open University jurusan Islamic Studies ini. Sebuah perusahaan di daerah juga bersedia memberikan asuransi dan baju. Selebihnya? "Belum ada lagi," ujar Sacha, yang siang itu tampilsporty.
Jika pun tidak ada lagi sponsor yang membantunya, bekas guru les bahasa Inggris ini tak akan surut. Ia akan merogoh koceknya sendiri untuk perjalanan selama 30-40 hari sejumlah Rp 15 juta. Sacha mengaku tidak punya persiapan khusus. Dia hanya membiasakan diri dengan berbagai tipe jalan yang akan dilaluinya. Baginya, kondisi jalan di Indonesia banyak yang memprihatinkan.
Banyak yang bergelombang, berlubang, maupun kondisi aspal yang kasar. Tak mengherankan bila belum lama ini dia terjatuh akibat kondisi jalan yang berlubang. Lutut kirinya luka dan infeksi. Kondisi jalan ini, ujarnya, amat berbeda di negaranya. Untuk itu ia memperkirakan kecepatannya melaju dengan sepatu roda nanti berkisar 40 kilometer per hari. Kalau di Kanada ia bisa bersepatu roda sejauh 100 kilometer per hari.
Ihwal dipilihnya sepatu roda sebagai alat transportasi itu, menurut bintang iklan operator seluler dan makanan ringan rendah lemak ini, lantaran sudah terbiasa melakukannya sejak usia 9 tahun. Baginya, bersepatu roda ramah lingkungan menyehatkan badan, sekaligus mengurangi kemacetan. "Banyak orang komplain macet, tapi tidak mau mengubah kebiasaan," ujar Sacha sambil menyeruput es teh lemon.
Perempuan berwatak ceria yang fasih berbahasa Arab ini berharap masyarakat kota besar di Indonesia mulai membiasakan diri dengan kendaraan umum, berjalan kaki, atau bersepeda. Di situs pribadinya di http://buleonblades.weebly.com, perempuan yang belajar bahasa Indonesia secara otodidak melalui majalah Bobo ini berseru: "Kita harus bekerja sama, orang besar dan orang kecil, untuk menghargai dan mencintai Indonesia. Itu hak Indonesia di atas kita semua." AMIRULLAH
Bukan dengan kata dan suara lagi. Sindiran dilakukan perempuan 29 tahun ini dengan bersepatu roda melintasi ujung barat Pulau Jawa di Merak hingga Kuta, Bali, mulai 3 Mei mendatang. Di setiap kota besar yang dilintasi, dia akan menanam pohon sebagai simbol pelestarian lingkungan. Proyek itu disebutnya Bule on Blades atawa "Bule Bersepatu Roda".
Sacha, yang sudah sepuluh tahun tinggal di Indonesia, amat mencintai negeri permai ini. Anugerah Tuhan berupa kekayaan alam, adat, suku bangsa, dan budaya negeri ini menjadi alasannya mencintai Indonesia. Tapi dia prihatin akan kemacetan, polusi, dan kerusakan lingkungan yang telah menyebar. Sikap masa bodoh pun ditunjukkan oleh pemerintah dan masyarakat.
"Saya ingin memberi sesuatu kepada negeri favorit saya, Indonesia," kata perempuan yang pernah jadi presenter acara Wara Wiri di salah satu TV swasta ini. Penyuka durian, petai, dan jengkol ini berharap proyek Bule on Blades akan menjadi kampanye gerakan cinta lingkungan.
Dalam bersepatu roda sejauh 1.420 kilometer, Sacha akan melakukannya sendirian. Ia akan melalui Merak-Jakarta-Bandung-Tasikmalaya-Purwokerto-Yogyakarta-Solo-Madiun-Probolinggo-Banyuwangi-menyeberang ke Bali dan berakhir di Kuta. Dia hanya akan dibantu 3-4 orang kru.
Hingga kini belum ada sponsor yang mau membiayai proyek ini. Tapi belakangan ada sejumlah mahasiswa pencinta alam di beberapa universitas yang tergerak oleh tekad bintang klip video grupband Radja ini. Mereka siap membantu menyediakan pohon yang akan ditanam mahasiswi American Open University jurusan Islamic Studies ini. Sebuah perusahaan di daerah juga bersedia memberikan asuransi dan baju. Selebihnya? "Belum ada lagi," ujar Sacha, yang siang itu tampilsporty.
Jika pun tidak ada lagi sponsor yang membantunya, bekas guru les bahasa Inggris ini tak akan surut. Ia akan merogoh koceknya sendiri untuk perjalanan selama 30-40 hari sejumlah Rp 15 juta. Sacha mengaku tidak punya persiapan khusus. Dia hanya membiasakan diri dengan berbagai tipe jalan yang akan dilaluinya. Baginya, kondisi jalan di Indonesia banyak yang memprihatinkan.
Banyak yang bergelombang, berlubang, maupun kondisi aspal yang kasar. Tak mengherankan bila belum lama ini dia terjatuh akibat kondisi jalan yang berlubang. Lutut kirinya luka dan infeksi. Kondisi jalan ini, ujarnya, amat berbeda di negaranya. Untuk itu ia memperkirakan kecepatannya melaju dengan sepatu roda nanti berkisar 40 kilometer per hari. Kalau di Kanada ia bisa bersepatu roda sejauh 100 kilometer per hari.
Ihwal dipilihnya sepatu roda sebagai alat transportasi itu, menurut bintang iklan operator seluler dan makanan ringan rendah lemak ini, lantaran sudah terbiasa melakukannya sejak usia 9 tahun. Baginya, bersepatu roda ramah lingkungan menyehatkan badan, sekaligus mengurangi kemacetan. "Banyak orang komplain macet, tapi tidak mau mengubah kebiasaan," ujar Sacha sambil menyeruput es teh lemon.
Perempuan berwatak ceria yang fasih berbahasa Arab ini berharap masyarakat kota besar di Indonesia mulai membiasakan diri dengan kendaraan umum, berjalan kaki, atau bersepeda. Di situs pribadinya di http://buleonblades.weebly.com, perempuan yang belajar bahasa Indonesia secara otodidak melalui majalah Bobo ini berseru: "Kita harus bekerja sama, orang besar dan orang kecil, untuk menghargai dan mencintai Indonesia. Itu hak Indonesia di atas kita semua." AMIRULLAH
Sacha Stevenson
Sepatu Roda untuk Lingkungan
DIA menemui Tempo di sebuah kafe di Jalan H.R. Rasuna Said, Jakarta Selatan, dengan bersepatu roda. Presenter kelahiran 1982 ini mengenakan pakaian olahraga, helm dan topi yang dipasangi lampu kecil untuk menerangi jalan, serta kalung peluit yang berfungsi sebagai klakson. Jarak 15 kilometer dari rumahnya di daerah Ragunan ditempuh dalam waktu 40 menit. "Lebih cepat ketimbang kecepatan rata-rata mobil 17 kilometer per jam, itu pun kalau tidak macet," ujar Sacha Stevenson.
Bila tak ada aral melintang, pada 3 Mei mendatang nona berdarah Kanada ini bakal menempuh perjalanan 1.420 kilometer selama 40 hari dengan bersepatu roda untuk misi lingkungan. Jarak itu terbentang dari Merak, Banten, sampai Kuta, Bali. Di tiap kota, Sacha bakal singgah untuk beristirahat sekaligus menanam satu pohon. Saat ini dia sedang mencari sponsor untuk mendukung kegiatan tersebut.
Ide proyek yang disebutnya "Bule on Blades" ini lahir lantaran dia geram, orang sering mengeluhkan kemacetan dan kualitas udara tapi enggan mengubah gaya hidup. Hanya untuk menempuh jarak satu kilometer saja, katanya, orang kerap menggunakan mobil. "Kalau tidak dapat sponsor, saya akan menanam pohon sendiri secara simbolis, meski cuma satu untuk tiap kota," katanya.
Bila tak ada aral melintang, pada 3 Mei mendatang nona berdarah Kanada ini bakal menempuh perjalanan 1.420 kilometer selama 40 hari dengan bersepatu roda untuk misi lingkungan. Jarak itu terbentang dari Merak, Banten, sampai Kuta, Bali. Di tiap kota, Sacha bakal singgah untuk beristirahat sekaligus menanam satu pohon. Saat ini dia sedang mencari sponsor untuk mendukung kegiatan tersebut.
Ide proyek yang disebutnya "Bule on Blades" ini lahir lantaran dia geram, orang sering mengeluhkan kemacetan dan kualitas udara tapi enggan mengubah gaya hidup. Hanya untuk menempuh jarak satu kilometer saja, katanya, orang kerap menggunakan mobil. "Kalau tidak dapat sponsor, saya akan menanam pohon sendiri secara simbolis, meski cuma satu untuk tiap kota," katanya.
Woman plans long journey
Published Saturday April 9th, 2011
A former Moncton student now working with Indonesian television is planning to roller skate on in-line skates across Indonesia to raise awareness to global warming.
Sacha Stevenson said she plans to roller skate the length of Java, from Pelabuhan Merak to Kuta, Bali, an estimated distance of 1,420 kilometres. She plans to leave May 3 with a support entourage and take 30 days to make the trek. Along the way, she hopes to see trees planted at different stops in support of the challenge, or else have an area of virgin Indonesian forest set aside as protected land.
The 29-year-old, who graduated from Hillcrest School and Moncton High, is hoping to encourage the Indonesian people to walk or bicycle to and from destinations close by and thus help conserve energy and reduce the impact on the environment.
She plans to document her travels and is hoping to gather media attention along the way to promote her cause.
A former Moncton student now working with Indonesian television is planning to roller skate on in-line skates across Indonesia to raise awareness to global warming.
Sacha Stevenson said she plans to roller skate the length of Java, from Pelabuhan Merak to Kuta, Bali, an estimated distance of 1,420 kilometres. She plans to leave May 3 with a support entourage and take 30 days to make the trek. Along the way, she hopes to see trees planted at different stops in support of the challenge, or else have an area of virgin Indonesian forest set aside as protected land.
The 29-year-old, who graduated from Hillcrest School and Moncton High, is hoping to encourage the Indonesian people to walk or bicycle to and from destinations close by and thus help conserve energy and reduce the impact on the environment.
She plans to document her travels and is hoping to gather media attention along the way to promote her cause.